MENYEPUH EMAS DI WAKTU LUANG

Oleh. Maulina Nugraheni
Master of Student Community Development

Syaikh Jamal Abdurrahman dalam bukunya Islamic Parenting yang diterbitkan oleh Erlangga (terbitan terbaru) menyebutkan bahwa waktu luang adalah jebakan batman untuk para pemuda dalam rentang usia 15-18 tahun.

Waktu Luang adalah ancaman bagi mereka, usia pelajar SMP-SMA. Bisa dikatakan musuh. Jangan sampai ada waktu luang yang sia-sia atau ia akan menjadi musuh anak-anak yang penuh gelora itu.

Ada tiga pilihan menghabiskan waktu luang. Pertama, waktu luang diisi dengan aktivitas maksiat. Kedua, menggunakan waktu luang untuk mengasah minat dan bakat. Dan ketiga, menghabiskan waktu luang untuk hal-hal yang tiada bermanfaat. Hey saya tak akan berdebat dg anak2 hebat, mana saja aktivitas yang masuk dalam kategori-kategori tersebut. Bisa ramai nanti. Misal saya katakan nge game adalah aktivitas yang tidak bermanfaat. Eh kata siapa? Dari game sudah banyak melahirkan pembuat2 game di usia belia kan?

Saya juga tidak akan membahas ini dalam sudut pandang anak-anak hebat itu. Kita akan membahas dari sudut pandang kita sebagai orang yang lebih dulu lahir dan lebih dulu ada di usia mereka saat ini.

Emm.. Sekitar 12 tahun saya terjun di bidang student empowerment dan dalam 5 tahun terakhir, mencoba concern di student community development. Tepatnya sehari setelah UN SMA selesai waktu itu, saya memutuskan kembali ke sekolah, menekuni aktivitas kepemudaan yang mulanya saya tekuni karena merasa bersalah sewaktu SMA saya banyak menganggur dan tidak produktif. Bermacam-macam model pelajar usia SMP-SMA saya temui. Mulai dari yang patriotik kaku hingga yang liberal tapi daya kreativitasnya bikin saya ketagihan nongkrong dengan mereka. Hehe.. Mulai dari anak-anak yang oportunis hingga permisif. Anak-anak yang visioner hingga mereka yang bingungan.

Kembali ke 3 cara memanfaatkan waktu luang di usia-usia yang menggelora. Ini tentang bagaimana kita menyikapi anak-anak hebat ini.

Sampai detik ini, saya tak bisa menyalahkan anak-anak hebat itu menggunakan waktu luangnya untuk bermaksiat dan beraktivitas yang tiada berguna. Latar belakang mereka tentu sangat beragam. Justru pada mereka saya iba, lalu berkaca. Jika Allah SWT tidak memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya, mungkin saya tak berbeda dengan mereka. Kepada mereka saya merasa belum bisa berbuat apa-apa, belum bisa memberikan solusi apa pun. Biasanya saya akan memandang mereka dari jauh, lama, memasukkan wajah-wajah mereka ke sanubari yang paling dalam, berharap suatu saat hati kita bisa bertemu dalam kebaikan. Anda tahu? Biasanya tak sampai setahun saya sudah jadi teman curhat mereka. Memang sih belum sampai pada kasus2 mereka yg punya problem ekstrim banget. Alhamdilillah 😀
Saya cuma mau bilang di sini bahwa tak maunya mereka mendekat pada kita, bisa jadi karena kita menganggap diri lebih baik dari mereka dan tidak memberikan ruang bagi mereka dalam doa-doa harian kita apalagi menyediakan sedikit relung hati kita untuk mereka.

Kepada jenis anak-anak hebat ini – yang masih menghabiskan waktu luangnya untuk hal yang tidak produktif (lebih halus bahasanya) atau bahkan mungkin melakukan maksiat- tak bisa lah kita memaksa mereka untuk berakhlaq sesuai tuntunan agama. Bisa ill feel kali ya. Siapa elo nyuruh2 gue. Yang bisa kita tawarkan adalah aktivitas2 menguras energi yang membuat mereka merasa tertantang. Yang kita iming-iming-kan adalah aktivitas-aktivitas yang mungkin, bisa jadi, aktivitas-aktivitas kebaikan yang sederhana. Pada fase ini, mengenalkan mereka dengan aktivitas kebaikan adalah orbit pertama yang harus mereka lalui. Gimana caranya ya mungkin kita yang repot adu kreativitas sama orang-orang yang pengen generasi muda Indonesia rusak. Bisa jadi tidak hanya satu dua cara, mungkin perlu seribu cara untuk seribu orang yang berbeda. -glekkkk—

Setelah kita kenalkan pada aktivitas kebaikan dan bikin mereka ketagihan, orbit kedua sebagai tanda mereka naik peringkat adalah memperbanyak aktivitas kebaikan dan menjadikan mereka bangga dengan aktivitas kebaikan khas yang mereka miliki. Ini sudah mulai musti menelisik dan memetakan minat bakat, passion, dan hobi. Misalkan anak2 yang suka beatbox, jadikan mereka punya kebanggaan kalo beatbox nya mereka bisa menginspirasi adik-adik di SD untuk mau belajar beatbox ( mungkin ada yg belum tau apa itu beatbox? Saya bisa ngajarin.haha-tinggal puterin yutub- selesai :P). Repeat terus aktivitas ini hingga mereka yakin betul kebaikan ini mbawa berkah.

Sebulan-dua bulan mereka akan merasakan perbedaan dan lama-lama ketagihan berbuat baik.

Kebaikan akan mengundang kebaikan lainnya.

Ketagihan berbuat baik mengundang untuk kembali pada fitrahnya yang lurus. Pada suatu titik, mereka akan bertanya lebih banyak tentang agama :). Disaat inilah kita kenalkan mereka pada bagaimana agama mengajarkan akhlaq.

Proses naik dari satu orbit ke orbit yang lain ini dikenal dengan lingkar abbas. Ada yang pernah dengar? 🙂

Pastikan kita tidak memotong orbit dan memakai jalan pintas. Biarlah mereka berproses semampunya. Fasilitasi saja. Terus. Terus. Terus.

Ehm.. Kok jadi bahas lingkar abbas? qeqeqe…

Apakah anak-anak hebat yang sudah mendermakan waktu luang mereka untuk aktivitas-aktivitas postif dan kebaikan berarti sudah selesai masalahnya?

Ooo tentu tidak…!

Kalo dalam lingkar abbas kan mereka masih di orbit kedua-menurut saya sih 😛 Secara orbit, masih ada satu orbit lagi yang musti dilalui kan? Emm.. Trus kalo mereka aktivitasnya udah di kegiatan keagamaan bagaimana?
Harap dibedakan antar aktif di kegiatan keagamaan dan bertingkah laku sesuai dengan arahan agama.
Bisa jadi mereka aktif di organisasi keagamaan dengan alasan untuk menghabiskan waktu luang. Hehe yang begini biasanya juga banyak problemnya.

Beberapa problem yang ditemukan bagi anak-anak hebat yang memilih menghabiskan waktu luangnya untuk aktivitas yang positif:

1. Sok sibuk, sibuknya nggak jelas.

Sibuk sih kegiatan ini itu. Jadi panitia di sana dan di sini tapi kosong, minim pemaknaan. Yang didapat hanya lelah, emosi, ketika ditanya juga bingung, dia dapet apa selama ini.

2. Manajemen Waktu dan Menentukan Prioritas

Saking sibuknya, sibuk tanpa pemaknaan dan orientasi yang jelas, efek selanjutnya adalah ketidakmampuan mengatur waktu dan menentukan prioritas. Sering kita temui begini:
“Maaf senin sampai sabtu saya full. Senin rapat pramuka, selasa rapat osis, rabu ekstra majalah sekolah, kamis latihan taekwondo, jumat pramuka, sabtu renang.”
“Rapat osis sampai jam brapa?”
“Nggak tau”
Nah nah nah… Tanda-tanda doi butuh kamu, Beb. Haha (mulai eror)

3. Merasa lelah dan ingin berhenti satu hari saja

Seringkali karena jadwal pulang sekolah yang sudah sore, ditambah seabrek aktivitas ekstrakurikuler, menjadikan anak-anak hebat ini ingin sekali libur di setiap hari minggu. Ingin istirahat katanya. Ini tantangan nih. Watch out. Ini waktu luang juga. Musti kita bantu kelola dengan benar. Dan yakinkan untuk jangan pernah berhenti sebelum mencium bau surga 🌷

4. Aktivitas tanpa produktivitas

Masih menjadi serangkaian problem yang sudh disebutkan di depan. Sibuk tanpa makna. Makna pun tidak, apalagi karya. Sekali lagi, kebaikan akan melahirkan kebaikan yang lain.
Pastikan aktivitas-aktivitas kebaikan yang dilakukan produktif, berorientasi pada karya.

Sepertinya lama-lama saya ngelantur. Maka ada baiknya saya sudahi dulu ya. Semoga besok2 bisa saya edit dengan bahasa yg ciamik dan lebih ngena. Sejujurnya, tujuan saya nulis tema Go Dong ke 70 ini malah belum tercapai. Hahaha 😄

Tapi semoga tetep banyak hal yg bisa diambil hikmahnya 🙂

Selamat menyepuh emas di waktu-waktu luang. Kesempatan kita menyepuh emas, ada di waktu-waktu luang mereka. Sesibuk  apapun anak-anak hebat itu, mereka pasti punya waktu luang. Sejeli apa kita? Seteliti apa kita? Secerdik apa kita? Se kreatif apa kita? Sesiap apa kita?

Kita berlomba dengan sang waktu yang tak akan pernah kembali.

Go Dong ke 70
iSPS®

Posted on May 16, 2015, in Uncategorized. Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment