Memilih Nasib, Menentukan Peran

Oleh Maulina Nugraheni
Ketua Yayasan Neoramdhanz Indonesia

Tulisan ini saya dedikasikan untuk mereka yang menjelang wisuda sarjana. Meski berkali-kali sudah dibicarakan sampai bosan mendengarnya, kali ini saya sengaja menuliskannya, jadi nggak ada alasan bosen dengerin 😜
Dan bagi siapapun yang masih mahasiswa ataupun SMA, tidak dilarang untuk baca. Yang udah senior, bahkan aki-aki, mohon nasihat tambahannya dan aau koreksinya. Bagi diri sendiri, semoga segera dipertemukan dengan peran yang maksi untuk negeri #cieeh

Dalam KBBI, *nasib*/na·sib/ n sesuatu yg sudah ditentukan oleh Tuhan atas diri seseorang; takdir: —
Jadi, apakah kita bisa memilih nasib kita? Tentu saja bisa! Dengan berbuat yang terbaik, memilih secara sadar opsi-opsi yang tersedia, berusaha semaksimal mungkin, dan always meminta petunjuk dengan berdoa, itu adalah memilih nasib menurut levelnya kita–manusia–. Apakah hanya itu?

Siang tadi saya membaca artikel Prof.Rhenald Kasali yang akhirnya menjadi inspirai lahirnya tulisan ini. Udah pada baca kan? Itu tuh yang puanjang bianget, tulisan dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional. Di sana dibahas tentang meaning.

Mencari meaning sama dengan mencari kebahagiaan diri kita. Kalo boleh saya sangkut pautkan, mengejar meaning hanya ini bisa dilakukan oleh mereka yang sudah mencapai hierarki tertinggi maslow, need of self actualization. Motivasi melakukan atau tidak melakukan sesuatu berkaitan erat dengan aktualisasi diri. Kebutuhan yang berada pada level ingin menjadi diri sendiri dengan segenap kemampuan diri. Kebutuhan-kebutuhan makan, minum, kasih sayang, keamanan diri, penghargaan sudah bisa diatasi. (Yang masih asing dengan Hierarki Maslow, seaeching sendiri yah :)). Mungkin belum terjamin, mungkin juga bukan orang kaya, bisa jadi kehidupan serba kurang saat ini, tapi dia bisa mengatasi. Mengatasi dengan cara apa?
Bukannya kalo hierarki maslow tuh teorinya yang dasar dulu terpenuhi baru dia bisa naik ke hierarki di atasnya? Ah masa?

See this point. Dapet dari wikipedi.
“Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda di Brandeis memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi diri.”

Artinya, kalo boleh nyimpulin, empat hierarki sebelumnya bisa jadi merupakan syarat untuk bisa mencapai hierarki ke 5. Akan tetapi, terpenuhi tidaknya 4 hierarki sebelumnya sangat amat tergantung pada sikap kita yang satu ini: QANA’AH.

Bagaimanapun, kebutuhan fisiologis akan berkembang dari waktu ke waktu. Seberapa ukuran kata cukup tidak akan pernah berbatas kecuali kita bersikap qana’ah.

Ada yang lupa apa itu qana’ah?
Qana’ah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak allah .

Ini yang menurut saya, teori Maulina (haha sakarepe dewe), orang bisa capai hierarki maslow yang tertinggi kalo bisa mengatasi dan memenuhi 4 hierarki sebelumnya dengan cara MENGELOLA RASA.
Jadi pemenuhan 5 hierarki maslow ini adalah masalah rasa? Dengan tegas saya bilang: YA. INI MASALAH RASA.
Rasa cukup dan tidak cukup. Sampai kapanpun kalau ngomongin rasa, manusia tidak akan pernah puas. Bisa teratasi kalau kita selalu menghadirkan Allah dalam segala situasi yang kita hadapi.

Kalo rasa puas, rasa cukup, bisa kita kelola dengan qana’ah, kita bisa kapan saja berada di hierarki ke 5 maslow. Dan berarti kita sudah siap mengejar meaning, mengejar impian-impian indah. Maka kitak tidak heran dengan banyaknya orang yang hidup pas-pasan atau bahkan kekurangan, tapi mereka bisa menjadi inspirasi bagi sekitarnya.

Pengaruh lingkungan memang luar biasa. Kita semua tahu, tuntutan orangtua bisa jadi sangat besar. Emm mungkin bukan tuntutan juga sih. Tapi harapan. Harapan anaknya bisa hidup sejahtera aman sentosa. Namun di sinilah kadang terjadi hal yang tidak logis. Hidup sejahtera aman sentosa bagi sebagian besar orang tua diartikan dengan hidup dengan status PNS. Padahal, jadi PNS itu cuma satu hal. Aman. Aman bisa gajian tiap bulan, aman bisa utang. #eh
Apakah sejahtera? Tanya sama yang PNS dah!

Harapan-harapan ini seringkali menjadikan kita MERASA harus memenuhinya sebagai bentuk birrul walidain. Lalu tiba-tiba hanya muncul satu rel dalam hidup kita, kalau mau membahagiakan orang tua ya dengan cara jadi PNS. Nahloh!
Padahal awalnya harapan orang tua apa? Anaknya hidup sejahtera aman sentosa.
Lalu mengapa kita terjebak pada pola pikir tidak logis yang berkepanjangan?

Ini juga jadi hal yang tidak mudah bagi saya pribadi yang udah terjebak di lautan pegawai negeri. *curcol.
Maka sebelum nanti terlanjur, berpikirlah ulang, apakah Anda benar-benar bahagia dengan menjadi PNS? Apakah itu impian Anda?
Jika ya, so what kalo udah jadi PNS?
Jika tidak, apa kiranya yang membuat anda benar-benar bahagia?
Pertanyaan ini berlaku tak hanya bagi status PNS saja.

Misalnya,
Apakah Anda benar-benar bahagia dengan menjadi ….. (isikan keinginan diri atau harapan ortu) ?

Jika ya, so what kalo udah jadi …… (isikan lagi kata yang sama dengan isian sebelumnya).

Yakin bahagia?
Seyakin apa?
Mengapa Anda bahagia dengan pilihan itu?

Ih ribet deh, pusing deh. Segitu amat mikirnya. Jalani aja kenapa. Ngalir gitu.

Ya itu pilihan gaes. Itu hidupmu. Itu bahagiamu.

Kalo saya, karena…
Hidupku itu adalah aku
Maka yang berkaitan dengan ini saya rela berpikir dalem dan serius mencari jawaban. Serius menemukan puzzle-puzzle kehidupan. Hidup kita hanya sekali, jadi saya ingin memastikan bahwa hidup saya bahagia dan membahagiakan. Saya bahagia dan bisa membahagiakan orang banyak, nggak cuma orang tua.

Biar kita bahagia, maka kita musti nemu meaning nya kita, saya lebih suka menyebutnya dengan peran yang kita jalani dengan sepenuh hati. Peran yang membuat kita bisa berkontribusi untuk bangsa, negeri dan tentu saja agama ini.

Apa?
Apa?

Cari, cari dan terus cari! Setiap manusia diciptakan dengan misi yang khas dan unik pada tiap-tiap diri. Maka jangan khawatir, tak akan ada peran ganda di dunia ini.

Tentukan peranmu sesukamu, maka kau akan temukan kebahagiaanmu.

Masih bingung nentuin peran?

Sama 😄

Yuk semangat! Mungkin bentar lagi di depan situ kita nemu.

Yang namanya nyari, kita musti terus bergerak. Nyoba peran ini, peran itu, cari yang pas, cari yang khas.

Selamat berbahagia dan membahagiakan 🙂

NB.
Kebangkitan Nasional  berawal dari bangkitnya diri kita, sadarnya peran kita dalam membangun negara dan bangsa.

iSPS®
Go Dong ke-76
H-1 20 Mei 2015
Selamat Hari Kebangkitan Nasional

Posted on May 19, 2015, in Uncategorized. Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment