Author Archives: maulsyahidah

IN DEPTH DISCUSSION (IDD)-part 1

Oleh. Maulina Nugraheni

Frasa ini muncul di gojekan semalam bersama teman-teman di grup. Ketika kata ini muncul, pikiran saya menerawang ke belakang, 10-12 tahun yang lalu. In Depth discussion, diskusi mendalam. Lebih banyak orang yang tidak suka daripada yang suka. Pada sebagian orang atau yang awal-awal melakukan, diskusi beginian minimal bikin kepala pusing, bisa hingga mual-mual, paling parah, bikin limbung. Hahaha.

Eh suer loh.

Kalo gak biasa, berasa cuci otak. Otak dikucek-kucek, diremas-remas, dikasih air, diperas. Qiqiiqqi…

Apa itu IN DEPTH DISCUSSION?

Secara bahasa, in depth means extensive, thorough, or profound.

Jadi kalo di-Bahasa Indonesiakan, in depth bermakna luas, mendalam, dan detil. Mengulik-ngulik makna yang tak tampak di permukaan. Mencari emas yang tak ditemukan orang kebanyakan.

Bagi saya, IN DEPTH DISCUSSION adalah kesempatan dan karunia yg sangat berharga. Ia adalah kombinasi dari kemampuan membaca, menganalisis, dan berfikir futuristik alias visioner. Melakukan IDD menuntut skill-skill di atas, selain keluasan referensi dan knowledge.

Mengenang 10-12 tahun yang lalu, saya mulai dibiasakan melakukan IN DEPTH discussion sejak semester 2 ketika saya aktif di sebuah lembaga pembinaan pelajar di Yogyakarta. Bagaimana pembiasaaannya?

Melatih IN DEPTH DISCUSSION sangat bisa dilakukan oleh siapapun, tinggal kemauan saja.
Memang mungkin yg suka melakukan ini cenderung orang otak kiri karena banyak berhubungan dengan analisis. Tapi bukan berarti otak kanan gak bisa melakukan 😁

Bagaimana Cara membiasakan?

1. Banyak Baca Buku
Banyak referensi adalah modal utama untuk kita bisa melakukan IDD. Bukunya juga jangan melulu macam Dealova. Hihi. Baca buku-buku sejarah, pemikiran, gerakan, apapun yang bisa jadi berbeda dr spesialisasi kita saat ini.

2. Jangan berhenti membaca, teruskan dengan membuat RESENSI dan SINOPSIS.
Resensi bagi sebagian besar orang dianggap sebagai meringkas. Satu bab, hanya diambil 1 inti.Kadang apa yang ada ditulis begitu saja persis seperti yang ada pada buku. Padahal, resensi berbeda dengan resume.

Resensi lebih kepada meringkas dan menceritakan isi buku menggunakan bahasa dan gaya kita. Sudah ada proses menganalisis nilai. Sudah ada kontemplasi, lalu mengungkapkan isi buku sesuai dengan pengalaman kita.

Sedangkan sinopsis adalah melihat isi buku dari sisi objektifitas tulisan itu sendiri. Menelisik faktor-faktor internal sebuah buku selain juga ringkasannya.
Pada sebagian besar orang, jangankan bikin resensi dan sinopsis. Bisa baca buku sampai kelar saja sudah bersyukur. Muehehehe… piss…

3. Diskusikan
Buku adalah jendela ilmu. Tapi kalau kita tak punya guru dan hanya belajar dari buku, bisa bahaya. Tulisan itu bukan hanya semata nulis selesai. Tapi setiap tulisan pasti punya misi. Sesederhana apapun misinya.
Misal buku-bui psikologi yang penuh teori dari barat yang katanya penulisnya banyak yang keblinger. Kalau kita hanya baca aja, menyimpulkan sendiri, bisa2 kita ikutan keblinger. Hii atuutt..    
Diskusi!
Sebuah buku didiskusikan bersama: apa yang menarik dari buku, sudut pandang apa yang kita ambil ketika membaca buku tersebut, hikmah apa yang bisa didapatkan, apa yang bisa diterapkan untuk kehidupan sehari-hari, nilai-nilai apa yang bisa kita diteladani, dll.dll.

Diskusi ini hampir sama dengan sinopsis. Kalau kita beruntung, kita ketemu dengan teman diskusi yang jauh lebih paham, maka lebih dalam lah pemahaman kita. Baca 1 buku pemahamannya kayak baca 3 buku. Asik kan? 🙂

4. Jika itu buku-buku strategis, cobalah aplikasikan dalam wilayah kerja kita. Bikin konsep hasil belajar, telaah, dan diskusikan.

Hihihi repot amat yak?
Repot usahanya in syaa allah senilai dengan manfaatnya gaes.

Apa manfaatnya?
Kita bahas di Go Dong selanjutnya yah 😉

iSPS®
29 Agustus 2015
@Sawunggalih Malam

FOLLOW MY LEAD!

Oleh. Maulina Nugraheni

Berbicara kepemimpinan sama seperti berbicara manusia itu sendiri. And talking about human will be never ending. Ora ono rampunge. Terus berkembang bersama manusianya itu sendiri.

Tulisan ini tidak akan membahas tentang teori kepemimpinan.
Seperti biasa, hobi saya berbicara hasil pengalaman. Sesuai teori atau tidak, saya tidak begitu peduli. Hahaha. #eh

Menjadi pemimpin itu… sulit tapi asyik.

Menjadi pemimpin itu… tak mudah tapi menyenangkan.

Menjadi pemimpin itu… beresiko tapi menantang

Lead itu karena dia punya visi.        
Bukan sekedar memimpin.
Leader not a boss or chairman nor a president.

Banyak alasan yang menjadikan kita jadi leader.
Bisa jadi karena tak ada yang kompeten, there’s ONLY YOU.

Atau

Semua berkompeten, sehingga hanya butuh SATU ORANG saja untuk muncul ke permukaan, menundukkan semua ego multisektoral, dan berkata dengan lantang:                     
“FOLLOW MY LEAD!”    

Gaes, banyak orang yang kompeten untuk jadi leader, bisa jadi. Tapi hanya sedikit yang BERANI.

Berani apa?
Ya berani mendeklarasikan kepada khalayak
“Now, I Lead!”

Atau                               
          
“Follow My Lead”          

Apakah deklarasi itu sekedar berucap?
Aha, tentu saja tidak.
Bagian paling sulit dan paling rumit adalah ketika kita mulai sadar bahwa bisa jadi kita adalah salah satu dr leader yang dimaksudkan.

Serasa gamang, but it is a must.
〰〰〰〰〰〰〰〰
Ragu, galau, resah, apa aku pantas, apa aku bisa, apa aku diakui???
〰〰〰〰〰〰〰〰〰
Bagaimana nanti jika?
〰〰〰〰〰〰〰〰〰
Ah begini saja sepertinya sudah cukup, tak perlu deklarasi memimpin ini itu, yang penting amal, dll dll.
〰〰〰〰〰〰〰〰〰

Padahal,
sebagus apapun kemampuan SDM, jika tak ada Leader – a man who hold a map in his hand- gak bakalan ada bangunan bisa tegak berdiri.  

Tanpa leader, awal kerja bisa sinergi, lama-lama mikir kepentingan diri sendiri.

Last but not least,
When someone say “Follow My Lead”, it’s not only about managing multi ego sectoral .
First, its about managing your ego. You, yourself 🙂

Kepemimpinan pertamakali akan mengajarkan kepada kita bahwa ummat lebih kita cintai daripada diri sendiri.

Hey,  YOU!

Are you brave enough to said aloud:

FOLLOW MY LEAD!

???

Note.
Thanks untuk yg sudah menginspirasi tulisan ini. We will follow your lead. 🙂

iSPS®
28 Agustus 2015

CELOTEH SORE (1)

Oleh. Maulina Nugraheni

Sore ini kembali belajar bahwa  masing-masing orang punya momentum untuk berubah.
Dalam pembinaan tunas bangsa, harapan kita, kita lah yang menjadi pemantik momentum itu terjadi.

Sore yang dingin, agak memaksakan diri keluar dan nongkrongin anak2 nasyid latihan untuk ngamen ahad ini. Dua pekan tidak membersamai mereka cukup membuat mereka stress. Hihi…

Usaha sore ini untuk keluar rumah ternyata dibayar Allah dengan kebahagiaan. Sejak 2010, saya dekat dengan anak2 ekstra musik di salah satu SMA di kota saya. Sebabnya, kebanyakan anak nasyid juga anak ekstra musik.

Selama 5 tahun ini, saya berinteraksi sambil membawa nilai. Kebiasaan mereka adalah memanggil saya keras2 dari jauh, melambaikan tangan, dan setelah dekat hanya menanyakan kabar. Maka juga jadi kebiasaan saya ketika ditanya kabar, balik tanya
“Sudah sholat ashar belum? Tadi sholat dhuhur tidak?”

Setiap kali bertemu. Setahun lalu saya hampir dibikin stress karena mereka hampir selalu bolong sholat dhuhur dan ashar dan saling menyalahkan dengan bercanda. Kadang saya harus menyembunyikan bola atau alat mereka bermain agar mereka beranjak sholat. Tapi saya tak berhenti. Begitu kebiasaan kami jika bertemu. Say hello, bercanda, cek sholat. haha. Aneh.

Awal tahun ajaran baru ini saya dibikin terkejut.
Salah satu anak yg sering diingatkan beberapa kali selalu bilang sudah sholat ketika bertemu. Anaknya juga jadi agak kalem, gak pecicilan meski sapaan akrab tetep seperti biasa. Doi skrg yg jd ketua ekstra.

Keheranan saya terjawab dengan statemennya sore ini. Mungkin dia tahu wajah saya yg bengong dan keheranan. Dia berkata dg santai

“Alhamdulillah mbak, aku udah dapet hidayah lewat ***. Hahaha”

Woot? Anak dengan nama 3 huruf di depan saya kalem dan menimpali.

“Ah, dia hanya bercanda itu. Waktu wawancara ekstra musik, aku cuma bilang kalo ekstra ini mau tertib, aku punya saran begini begini begini. Dan kalo waktunya sholat ya sholat. Break sekian menit. Habis itu latihan lagi.”

Aku semakin bengong. Unta merah tak jadi milikku tapi jadi milik dia, anak kelas X SMA yang lugas. Meski dia batal masuk ekstra musik krn mau fokus di nasyid, kata2nya didengerin sama ketua ekstranya 😭

Aduhai anak muda,,,

Kebumen, 26 Agustus 2015
Pada waktu  sore.

MANAJEMEN ORGANISASI PARUH WAKTU part sekian “LACK OF HUMAN RESOURCES”

Oleh. Maulina Nugraheni

For me, managing organization is about managing the human resources. Ketika kita punya sebuah organisasi, maka sebenarnya simple aja. Organisasi yg kita jalankan bukanlah perusahaan produk yang harus menyediakan SDA sebagai bahan baku, harus ada kontrol produksi, ini itu, distribusi pasar, dll.
NGO yang kita kelola seringkali baru menawarkan jasa kebaikan- meskipun kalo dikelola dengan baik, jasa kebaikan ini sangat menguntungkan juga untuk menghidupi anak istri.-😜

Sering kalo ketemu temen2 NGO kepemudaan, keluhannya adalah kita nggak punya cukup SDM. SDM nya itu-itu aja.

Klise.

Memangnya berapa SDM yg dipunya?
Bingung ngitungnya. Berapa ya. 10 atau 20 ya. Tapi yang aktif rapat 5.
           
Emangnya organisasi kamu sebenernya butuh berapa SDM sih buat ngelola?
Ya banyak.

Iya berapa?
Ya banyak. Soalnya departemennya banyak. Belum lagi divisinya, stafnya.

Emangnya NGO kamu fokusnya ngapain aja?                               
Ya ini, ya itu, ya anu, belom lagi ….. zzzzzzz…zzzzzz (itu bukan fokus –‘)

Saya bukan orang yg pinter yang hafal dengan teori2 manajemen SDM. Yang saya ngerti kalo mau sukses, pertama bermimpi, kedua eksekusi, ketiga miliki daya tahan (ngintip kata pak handry satriago.hihi).

Pertama impian.
Kamu musti punya impian dulu dg NGO kamu. NGO itu akan jadi apa? Kontribusinya apa?
Mengawali NRI di tahun 2011, saya hanya punya 1 impian, agar anak2 penuh talenta bisa saya sentuh dan  dibina dengan baik. Talentanya bermanfaat untuk sekitar. Bukan cuma buat dirinya sendiri.
So simple.

Begitu juga ketika mengawali NeoWeddingSinger. Impiannya biar walimatul ‘ursy penuh dengan pujian kpd Allah dan rasul, kalimat positif, dan doa. Tentunya karena fenomena nya seringkali hiburan di walimatul ‘ursy diisi dengan yang tak bermanfaat bahkan maksiat.                      
Mengawali Fun Edu, saya hanya berpikir ini akan jadi universitas alam sekaligus sumber pendapatan binaan saya yg belum bisa lanjut in kuliah karena faktor ekonomi dan laboratorium binaan yg kuliah di keguruan.
So simple, kan.

Maka saya gak pernah mikir berapa banyak SDM. Ada 1 SDM, eksekusi.

Kedua, eksekusi.
“Do your first step, selanjutnya biar Tuhan yang atur. ”
Meski baru baca sebulan lalu quote ini, tapi rasanya udah akrab sama quote ini sejak lama. Kalau dulu saya menamainya bonek.
Bondo Nekat.

First step juga bukan hal mudah. Tapi in syaa Allah kalau udah do the first step, step selanjutnya in syaa Allah dimudahkan.

Eksekusinya dalam bentuk apa?

Kalau saya lebih seneng pengumuman ke dunia luar. Ngadain kegiatan, soft launching gitu deh, nunjukin kalo kita ada. Ini kalo baru memulai sesuatu.

Tapi kalo udah jalan, first step nya adalah memetakan SDM.
Berapa SDM yg ada.
Ketika ketemu sama anak2 muda penuh bakat di NWS, yg pertama kali saya lakukan setelah share impian adalah bertanya, siapa ya g mau serius mengelola impian ini jd nyata. Siapa yg mau jadi tim manajemen.

Mereka bertanya.
Kerjaannya ngapain aja mbak?

Saya jawab.
Kau pikir aku tau kerjaannya ngapain aja? Ya manakutahu lah. Yang aku tahu, kita punya impian bareng, kita butuh SDM, kalo udah ada jumlah jelas SDM yang komit, baru kita petakan kerjaannya mau ngapain aja. Terserah kita, semampu kita.

Saya tidak tahu apakah ini salah ataukah melanggar teori manajemen SDM, but for me, this is the simple way. Hihihi.

Maksudnya gini loh, dengan tau berapa SDM yg fokus, bikin MoU di atas kertas bermaterai, kan jadi serius tuh gak n kewajiban, mau ngapain di tahap awal dg SDM segitu, mampunya ngapain aja, goalnya apa, targetnya seberapa, dll dll.

Dengan desain NGO yg begitu, jobdesk yg dibutuhkan apa aja, list.
Lalu, itu SDM yg ada dipetakan minat bakatnya. Siapa yg lebih cocok jd direktur, siapa yg lebih cocok jd adminkeu, siapa yg di program officer, kalo perlu tes minat bakat gratis di http://www.temubakat.com.

Loh loh serius loh iki.
The right man in the right place.

Adanya 1? Yo mlaku wae.
                                                 
Ada yg kadang terjebak dengan rapat yang panjang tentang visi misi strategi dll dll. Menentukan nama sampe berbulan-bulan. Debat per kata.

Oke itu penting. Tapi bisa diselesaikan dalam waktu 3 hari 2 malam saja, plis. Kebanyakan rapat tanpa aksi bikin boring. Awalnya orang2 yg semangat mau gabung, yg terbiasa teknis, nungguin dg sabar hasil rapat. Berbulan2 akhirnya mereka cari kesibukan. Pas kita selesai, mereka sibuk dg dunia dan impian yang baru.

Hilang SDM.

Visi Misi itu perlu, tapi tidak menghabiskan seluruh waktu yang kita punya untuk itu.

Ketiga, Daya Tahan
Ujian impian adalah seberapa lama daya tahan mu untuk terus berjuang mewujudkan impianmu. Impian NGO mu. Setahun dua tahun itu lagi seneng2nya dapat mainan baru. Tapi 3 tahun ke atas, jika kau tak menciptakan tantangan2 baru, bersiaplah dengan badai2 yg mendera.
Mendingan menciptakan badai daripada diterjang badai yg tak disangka.

Balik ke manajemen SDM, jadi bagi yang kesulitan mengelola NGO krn problem lack of human resources, balik lagi ke pertanyaan awal.

Kamu sebenernya butuh berapa orang buat mengelola NGO kamu?

Kalo kamu gak bisa jawab dalam hal jumlah saja, berarti bisa dipastikan itu tanda bahwa kamu NGGAK SERIUS dengan apa yang kamu lakukan sekarang.

Semoga Bermanfaat.

ISPS® late.post.
10 Agustus 2015

NO NEED TO STOP, IT JUST NEED YOUR CONFIDENCE!

Oleh Maulina Nugraheni
Neoramdhanz Indonesia

Dalam suatu sesi yang saya ikuti di Indonesian Citizen Summit, 13 Juni 2015 lalu di Balai Sidang UI, saya dibuat menahan tangis dan gejolak yg luar biasa. Rasanya sesak dan ingin sekali menumpahkan semuanya. Penasaran kan kalo saya nangis tu kayak apa? 😜 (kepedean)

Di depan saya ada seorang lelaki tangguh.
Sangat tangguh.

Lelaki yang dengan kalimat pertamanya saya langsung jatuh cinta.
Aw aw aw…

Kalimat kedua dan seterusnya, saya dibuat menangis dalam setiap kata yg diucapkan. 😭😭😭

Lelaki itu, yang dalam sekian detik membuat diri heran
“Lo kemana aja sih uulll… Hari gini baru nemuin orang macam begini….”

Yap.
Beliau adalah Pak Handry Satriago. Saya baru denger namanya kemarin. Dan musti berulang kali bertanya ke Oma San yang ada di sebelah saya.
“Siapa namanya tadi, Mam?”
Dan Oma pun dengan sabar selalu mengeja nama beliau per huruf. Wkwkwk…

Handry Satriago
Seorang Bapak keren dan gagah. Sejak SMA beliau duduk di kursi roda karena kakinya yang lumpuh akibat kanker kelenjar getah bening. Tapi hatinya hidup dengan lebih dari seribu cahaya. Emm.. Mungkinkah karena selama ini bekerja di General Electrics? Haha… Ya enggak keleesss…

Saya yakin, tempaan demi tempaan hidup yg dilalui beliau membuat beliau segagah itu meski duduk di kursi roda. Dari jauh saya lihat kakinya yang mengecil karena tidak pernah digunakan untuk berjalan.
Ah….

Handry Satriago
Dalam usianya yang ke 41 tahun menjadi CEO termuda di General Electrics. Bagi yang asing dengan istilah CEO,  kepanjangannya Chief Excecutive Officer, semacam direktur gitu lah (biasanya anak SMA baca tulisan saya dan mostly mereka nggak bgitu paham istilah ini).

Beliau menjadi CEO GE Indonesia. Saya yang katrok juga bertanya-tanya. GE kui opo? Hahaha… Maklum wong ndeso, mas. Di peta, desa saya nggak kliatan. Qiqiqi.
Lalu saya tanya mbah gugel. Ealah… Ternyata perusahaan yang kece abizzzzzz
Itu tuh perusahaan energi terbesar dan tertua di dunia. Warisannya mbah Thomas Alfa Edison. Ueloook kan? Dari segi historisnya udah mantep.

-sik… Sakjane aku bingung, artikel ini mau dibikin melow apa ngocol sih? Maaf ya yg tadi udah fokus jadi gubrak2. Yang penting kontennya. Ini baru pendahuluan. Hahaha–

Handri Satriago
CEO General Electrics for Indonesia

When we become so pesimistic and then we want to stop, we can do it.
But why?
If we wanna stop hoping, we can.
Should we stop hoping?

Kalimat pembuka beliau seketika membuat saya melongo.
Kaget, mencerna kata demi kata. Nggak nyangka kalimat pembukanya bikin otak kejang gituh.

We can stop.
Should we stop hoping?

Langsung deh…
Huuuuaaaaaa….
Saya merasa bersyukur berlipat/lipat. Menarik diri dalam memori 2 tahun silam di mana hampir saja saya memutuskan berhenti.

H.A.M.P.I.R. S.A.JA.

Sometimes we are alone.
–errr-

No one beside us.
—hiks–

And we have to fighting.
–he eh… Hiks.. Hiks..–

But we don’t need to stop.
–huhuhuhu…..-

Just doing something right.
U just need to do something right.

Dont stop!
—huuaaaaaaa—mewek2 tiada tara–

(maaf kalo komen2nya bikin jd gak menikmati pesannya.saya rangkumin deh)

When we become pesimistic and then we want to stop, we can do it.
But why?
If we wanna stop hoping, we can.
Should we stop hoping?

Sometimes we are alone.
No one beside us.
And we have to fighting.
We want to stop.
But we don’t need to stop.
Just doing something right.
And then…
Dont stop!
(jenis suara: bass)

Kata demi kata yang diucapkan bagi saya begitu berenergi, mempunyai ruh yang mencerminkan keyakinan sepenuh hati dan pengalaman hidup yang luar biasa.

Berdasar info Oma San, beliau waktu SMA Ketua Osis di sebuah SMA di Jakarta dan atlet volley di sekolahnya. Karir nya lagi moncer baik dr fisik maupun organisasi. Sampai penyakit itu datang. Bisa dibilang ketika kabar kanker kelenjar getah bening tersebar, siapapun kaget karena siapapun anak SMA masa itu, tahu siapa Handry Satriago.

Tapi live must go on, begitu sambung beliau sambil bercerita vonis kankernya.
And here I am now.

Pada usia yg ke 41, saat menjabat sebagai Marketing GE untuk wilayah ASEAN dan sedang berkunjung ke Vietnam, sekretaris beliau tiba-tiba menelepon dan mengabarkan telah me-cancel pesawat balik ke Indonesia atas permintaan dr GE pusat. Katanya  orang nomor dua di GE ingin bertemu. Jadi kepulangan ke Indonesia diminta menggunakan jet pribadi orang nomer 2 GE tersebut.
Pak Handry mengaku semalaman tidak bisa tidur. Perut mulas, toilet menjadi teman setia.
Selama ini jarang yg bisa bertemu dengan petinggi GE. Termasuk beliau juga tak pernah.
Sekarang diminta pulang bareng, pake jet pribadi, pasti ada apa-apa.

Let see…
Begitu normalnya beliau sebagai manusia. Grogi, toilet, dan nggak pede.
Lalu paginya datang lebih awal ke bandara, memilih duduk di tempat paling belakang dekat dengan toilet, you kow lah knapa milih deket toilet. Wkwkwk…

Saat bos beliau datang,
“Hai handry, what are you doing there? Come here, sit down beside me”
Kira-kita gitulah percakapannya. Bahasa inggris dengan logat Italia.

Tak banyak menjawab dan ngobrol. Just say yes and no. Hingga pertanyaan ini muncul.

“Handry, what do you think if we choose you to be GE CEO for Indonesia” kata bos GE.

“Gooood” Jawab Pak Handry Reflek sambil tepok jidat dalam hati. Kenapa njawabnya malah good.

“What? You say good? I offered you GE CEO for Indonesia and you just say “Good”? Tanya si bos heran.

“Oh, I’m sorry sir. I mean, I need time to think.”

“Okey. I hope you give me the answer when my eyes opened”

Wadaw, Pak Bos mau boim dulu. Dan pas ntar bangun, Pak Handry musti kasih jawaban.

Dalam waktu yang singkat, beliau berpikir. Antara nggak pede dan dengan dasar apa dipilih jadi CEO? Sampai detik ini pun, kata beliau, beliau belum tau alasannya. Hingga dalam kebekuan tersebut  terbersit pemikiran.

“I am Indonesian. And he offered me to be a GE CEO for Indonesia.
So.. Why not?
Saya orang Indonesia. I excactly now Indonesian people, how they think, how the market, about the society, about potency, so what’s my problem?
I know everything about Indonesia.
This is my chance to do something for Indonesia and Indonesian people.
(kira2 bgitulah. Brasa bangettt nasionalisnya pas bilang ini. Kesalahan diksi dan grammar ada pada penulis. Muehehe…)
✌✌✌

Maka, ketika Pak Bos membuka matanya, jawaban sudah di dapatkan. Dan ketika menginjakkan kursi roda di Jakarta, maka Pak Handry resmi menjadi CEO GE untuk Indonesia.

“You just need your confidence”

Kata beliau mengakhiri kisahnya.

Saya yakin jika yg temen2 baca ini denger ceritanya langsung, temen-temen akan keprok-keprok alias tepuk tangan 😀

So,
What Mr. Handry told it, I find  in myself and my choice now.
Memulai sesuatu, berjuang seakan sendiri meski di tengah hiruk pikuk orang, terpikir untuk berhenti, but something called me back, and then yeah.. Here I am.

Jadi pren…
Saya ulang lagi kata-kata magis nya. Karena intinya itu dan bukan kisah saya yang apalah gitu.

When we become pesimistic and then we want to stop, we can do it.
But why?
If we wanna stop hoping, we can.

Should we stop hoping?

Sometimes we are alone.
No one beside us.
And we have to fighting.
We want to stop.
But we don’t need to stop.
Just doing something right.
And then…
Dont stop!
You just need your confidence!!!

Go Dong iSPS®
26 Juni 2015

YANG LILLAH TAKKAN PERNAH LELAH

Oleh. Maulina Nugraheni
Ketua Yayasan Neoramdhanz Indonesia

Familiar dengan judul artikel ini? Seperti judul-judul di Majalah Tarbawi. Ah mungkin saya pernah membacanya, Anda juga.

Serentetan aktivitas dakwah seringkali menguras segala apa yang kita punya. Waktu, energi, harta, bahkan keringat. Pergi pagi pulang malam. Dari satu ta’lim ke ta’lim lainnya. Dari satu rapat ke rapat yang lain. Dari satu komunitas ke komunitas.
Terus saja hari demi hari.

Tanpa jeda.

Tak jarang, orang-orang terdekat kita seringkali mengingatkan.
“Kapan kamu punya waktu untuk dirimu sendiri?”

Adakalanya dalam suatu masa kita tak ambil pusing dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Ketika semangat sedang memuncak, ketika banyak hal harus dikerjakan, jauh lebih banyak dari waktu yang ada. Dan tentunya ketika merasa asyik.

Tapi adakalanya tiba-tiba semua menjadi beban.
Semua menjadi terbengkalai.
Tak ada pekerjaan dakwah yang tuntas atau bahkan tak terjamah sama sekali.
Akan tetapi kita merasa sangat lelah.

Amat lelah.

Tiba-tiba ingin menyendiri.

Tiba-tiba ingin menyepi.

Tiba-tiba ingin beberapa waktu tak melakukan aktivitas apapun.

Lelah bertubi-tubi.

Tiba-tiba pula tak mengerti mengapa selama ini menjalani aktivitas ini.

Sementara benar kata orang. Kita hampir-hampir tak punya waktu untuk diri sendiri.

Pilihan-pilihan tersulit
Antara ingin berhenti dan terus berlari.

Dan ayat ini pun tak kita hiraukan. Seolah bukan untuk kita. Tapi untuk yang lain karena kita merasa berhak beristirahat sejenak.

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. ” Q.S. At-Taubah: 41.

Astaghfirullah
Astaghfirullah
Astaghfirullah

😭😭😭😭

Maka jika kondisi lelah ini mendominasi, mungkin kita perlu benar-benar rehat 5 kali sehari,

dalam sholat-sholat kita.

Menjadikan sholat-sholat wajib kita sebagai rehat jiwa,

tempat meminta,
dan
bertafakkur.

Jika lelah semakin payah,

Mungkin perlu lebih sering berdiam

di sepertiga malam

Mencurahkan segala rasa
dan
asa
pada Pemilik Semesta.
Meminta petujuk pada Yang Maha Kuasa.
Sambil melepas segala penat dan beban dengan deraian air mata.
Yang seperti itu bukanlah air mata penanda jiwa yang rapuh. Akan tetapi ia wujud pribadi tangguh.

Jika lelahmu membutuhkan senandung,

Maka cukup Al Qur’an sbagai pelipur.

Bersabarlah dalam lelah.

Bersabarlah dengan terus berjuang bersama orang-orang yang senantiasa berusaha menjadi sholih.

Tegarlah bersama orang-orang yang mencintai umat melebihi kecintaan pada dirinya.

Jika lelahmu membuatmu berpikir
mundur teratur…

Maka ingatlah
Yang lillah takkan pernah lelah

Kebumen, 27 Mei 2015
Spesial untuk segenap pejuang Neoramdhanz Indonesia di Kebumen, Jogja, dan Depok
Uhibbukum fillah
😘😘😘ÙŽ

MANAJEMEN ORGANISASI PARUH WAKTU — part 1 —

Oleh Maulina Nugraheni
Ketua Yayasan Neoramdhanz Indonesia

Adakah yang bisa menebak langsung, apa kiranya organisasi yang sering dijalankan dengan paruh waktu?

Yap. Apalagi kalo bukan organisasi yang kerjaannya menyeru kebaikan.

Orang bilang organisasi dakwah.

Di situlah kadang saya merasa sedih. Mengapa justru organisasi dakwah dijalankan dengan paruh waktu?

Padahal jelas-jelas Allah berfirman:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Q.S. Fushilat: 33)

Dakwah, seruan kepada Allah, adalah sebaik-baik perkataan. Masih juga dilakukan di separuh waktu, separuh waktu sisa.

Lebih sedih lagi kalo ada yang komen:

“Menyeru kan bisa kapan aja, di mana aja. Pas ngantor juga bisa sambil dakwah.”

Nah!!!

Sambil–kan?

Berarti yg utama tetep aja ngantor.

Dakwah tetep aja jadi waktu-waktu sisa. Iya kalo inget. Iya kalo lagi nggak khilaf. 😥

Jaminan Allah pasti.
Tapi iman kita masih saja compang-camping.

Janji Allah itu pasti dipenuhi
Tapi kita terlanjur banyak apologi

“Afwan saya nggak bisa kalo full time. Kerjaan saya selalu sampai sore. Nanti saya nggak amanah”

“Afwan, duh gimana ya? Bukannya gak mau nerima tawaran amanah ini. Tapi ortu lagi butuh banyak perhatian. Keluarga juga. Kayaknya belum bisa. Takut nanti kalau rapat gak bisa dateng.”

Bla bla bla bla
Sakit tau nggak sih denger banyak alasan gituh.

Belum juga dijalanin.
Ampun dah alasannyaaaaaaa panjang bener.

Saat mengucapkan itu…

Di mana kiranya Sang Iman?
Dimana koar-koar kita kalo kita YAKIN akan JANJI Allah.

Tapi namanya juga manusia.
Pasti di manapun selalu ada yang jenis begitu.

Belum apa-apa sudah afwan-afwan-afwan.

Salahmu ki opo?

Tapi kalo dikasih iming-iming
“Nggak musti full time kok. Bantuin aja. Kita cukup rapat sebulan sekali aja.”

Atau

“Tenang aja, rapatnya nggak di malam senin, malam selasa, malam rabu, malam kamis, malam jumat, malam sabtu, malam ahad.”

Nah! Baru deh syemangats 45 menerima tawaran.
#duh

Di mana IMAN?

Ah sudahlah,
Daripada sakit mikirin beginian, mendingan ngrumusin jalan keluar. Bagaimana kiranya mengelola sebuah organisasi dakwah yang mau tak mau harus tetap hidup tapi dngan kondisi semuanya paruh waktu. Em mungkin tak paruh waktu juga sih.

Pengurus Bulan2an — cuma semangat di awal kepengurusan dengan syarat yg alamak. Ada tak adanya ia gak ngaruh buat organisasi. Uh wow….

Pengurus Bulanan — hadir sebulan sekali, hanya ketika ada acara aja. Selebihnya entah ke mana rimbanya.

Pengurus Harian — saban hari mikirin organisasi. Hampir setiap detiknya mikir organisasi. Sampe-sampe mau nggak mau ngerjain dari A sampe Z. Organisasi telah memanggil cintanya. Dan cinta telah merenggut apa-apa yg dimilikinya. Pikiran, waktu, tenaga, harta, jiwa, semuanya!!!

Itu dulu untuk part pertama.
Penyamaan persepsi tentang organisasi paruh waktu tuh kayak apa yang dinaksud beserta jenis-jenis pengurusnya.

Sekali lagi, karena saya gemes luar biasa.

Di mana IMAN kita ketika seruan dakwah hadir di depan mata kita, tapi kita masih punya SATU JUTA ALASAN untuk menolaknya?

Itu baru seruan dakwah. Masih level amar ma’ruf.

Bagaimana jika yang hadir SERUAN JIHAD?

Jihad melawan kebathilan, kekafiran?

“Akan kuatkah kaki yg melangkah
Bila disapa duri yang menanti
Akan kaburkah mata yang menatap
Pada debu yang pasti kan hinggap

Sekeping hati dibawa berlari
Jauh melalui jalanan sepi
Jalan kebenaran indah terbentang di depan matamu para pejuang

Berharap senang dalam berjuang
Bagai merindu rembulan di tengah siang
Jalannya tak seindah sentuhan mata
Pangkalnya jauh ujungnya belum tiba”

Bergerak atau MATI!!!

Artikel lain bisa dinikmati di

http://www.maulsyahidah.wordpress.com

TARIK ULUR NASYID

Oleh. Maulina Nugraheni
Ketua Yayasan Neoramdhanz Indonesia

Sedikit takut mau bahas ini. Soalnya gak paham fiqh dg detil. Tapi semoga juga gak jd dosa. Jika ada yg salah, berkenan mengingatkan.

Nasyid.
Sejak kenal nasyid semasa SMA, jujur sebenernya maksa. Lagu nasyid gak ada yg asik. Lebih asik lagu-lagunya MLTR atau BSB. Hihi…
Mungkin karena “Nasyid Memang Asyik”nya Fatih belum keluar waktu itu.hehe.

Saya paksa diri suka nasyid sebagai bagian dari perubahan ke arah yg lebih baik. Fase nya saya bagi empat: pertama,memperbanyak koleksi nasyid drpd lagu2 western dan indo lainnya, kedua, full nasyid dan meninggalkan lagu selain nasyid, ketiga hanya nasyid haroki dan ala raihan tanpa nasyid alay dan galau, keempat, meninggalkan lagu apapun termasuk nasyid dan tak menikmati apapun musik yg mampir ke telinga dengan memperbanyak dzikir. Tahun kelima benar2 biasa dengerin musik. Kalau mau menikmati ya dinikmati, kalau nggak ya tinggal dibikin mati rasa. Bisa? Ternyata bisa!

Itu proses yg luar biasa bagi saya, yg dari kecil biasa dengan musik. Tapi pas SMA banyak info bout gonjang ganjingnya musik, jd mikir juga. Apalagi pas tau kalo mentor saya dengan polos bilang bahwa beliau gak bisa yang namanya menikmati musik. Saya penasaran. Kayaknya asik deh bisa terlepas dari jeratan musik dan memenuhi hidup dengan dzikir Al Qur’an. Akhirnya, dari yg gandrung banget sama musik saya memutuskan berproses untuk tidak menikmati sedetikpun jika ada musik. Dari situ saya paham. Every people has his/ her own process.

Tiga hingga empat tahun hidup asing tanpa musik, lalu saya dipertemukan pada anak-anak yang begitu menggebu-gebu di dunia nasyid, didalamnya ada adik kandung saya yg paling ganteng :D.

Dan petualangan selanjutnya pun dimulai. Ada tuntutan2 saya harus mulai rutin dengerin musik apapun untuk referensi. Bukannya semakin menjauh dr musik, skrg malah punya target dengerin musik sejam setiap hari biar punya referensi yang banyak untuk aransemen dan bikin lagu (baru narget kemarin pasca ketemu teman-teman Fathul Jihad)

Kok bisa?

Bisa lah, kepaksanya gitu. Karena status saya mau nggak mau sekarang bukan sekedar manajer nasyid, tapi coach dan mentor nasyid. Dan tak satupun mentee ataupun coachee nasyid saya yg putri. Nahloh!!!

Why I do this?

2011 awal saya terjun jd manajer nasyid. Hanya 6 bulan sejak nasyid yg saya pegang melejit namanya di daerah saya, nasyid jadi idola. Beberapa sekolah mengajukan diri untuk diadakan ekstrakurikuler nasyid di sekolahnya. What? EKSTRAKURIKULER NASYID!!!

Kami tidak mengajukan proposal apapun, mereka yang meminta.
Adakah di daerah Anda yg sekolahnya menganggarkan dana untuk ekstrakurikuler nasyid? Ada 3 sekolah yg dalam kurun waktu 1 tahun kami kelola ekstrakurikuker nasyid. Fee guru ekstra rentang 25rb-150rb per pertemuan. Otomatis nama saya tercatat jd guru ekstra nasyid meskipun berjalannya ekstra,adek2 yg jd pelatih. Tahun pertama berjalan cukup mulus. Tapi tahun kedua dan seterusnya hanya 1-3 anak yg layak jd pelatih, sementara per tahun 7-10 tim yg minta dibina. Otomatis, jd terjun.

Selain itu, para orang tua munsyid-munsyid pelajar di komunitas kami juga selalu mendukung. Banyak dr para orangtua yang memantau langsung perkembangan anak-anaknya melalui aktivitas nasyid ini. Dan kami pun bisa bersinergi dalam pembinaan anak-anak ini.

Adakalanya bbrp adek2 putri juga daftar di sekolah nasyid yg kita adakan dan minta dilatih intensif. Apakah saya tolak? Ya enggak lah.
Mengapa?

Begini,
Mereka datang menyerahan diri untuk dibina. Mereka percaya pada kita. Amazingnya kok ya mereka mau jd munsyid. Bukan yg lain. Terlepas dr apapun alasan pertama mereka yg bikin tertarik sama nasyid, termasuk adik-adik yang putri.

Mereka datang sendiri, kita mau nolak?

Sekali lagi:

Ya enggak lah!!!

Kalo yg putri katanya suara wanita aurot, sekarang pilih mana, mereka gabung jd anak band umum atau gabung jd ana nasyid? Pilih ikutan idol-idol di tipi atau festival nasyid?

Untuk hal-hal begini, saya kembali ke lingkar abbas. Fasenya anak-anak belia tersebut, lagi menggebu-gebunya untuk asah potensi. Bersyukurlah karena mereka mau mengasah potensinya dengan hal-hal yg mudharatnya lebih kecil, dengan bernasyid.

Perbanyak aktivitas kebaikan dulu. Jadikan aktivitas kebaikan ini sebagai kebanggaan mereka. Dampingi selalu aktivitas kebaikan mereka. Beri penguatan-penguatan karakter dan keislaman di sela-sela aktivitasnya. Someday, mereka sendiri akan tiba saatnya bertanya: “adakah aktivitas kebaikan yang lebih baik dr yg aku lakukan sekarang?”

Justru dengan mereka menyerahkan diri untuk di bina, di awal perkenalan nasyid saya sampaikan Fiqh Musik, Lagu dan pro kontra nasyid, termasuk pro kontra nasyid akhwat.
Ini materi yang mungkin anak-anak mentoring pun entar-entar dapetnya. Tapi bagi anak nasyid, materi ini jd materi basic, yang menandakan adanya kesepahaman visi antara saya sebagai pembina dan mereka sebagai binaan saya.

Dari kesatuan pemahaman itu kemudian kita buat kesepakatan dan komitmen bagaimana jadi munsyid yang sebenarnya. Maka, mulailah mereka dikenalkan dengan tahsin dan hafalan Al Qur’an, cek amalan harian (sholat 5 waktu, sholat berjamaah, qiyamul lail, dll), ta’lim pekanan, bersemangat dengan dakwah, selaku ingin menginspirasi orang lain, dan lain-lain.

Eniwei, bagi saya nasyid adalah sarana. Sarana mendekatkan orang dengan Islam. Mungkin tak banyak yang terlalu berani mengambil jalan ini. Maka, doakan saya dan orang-orang yg menjadikan nasyid sebagai sarana pembinaan.

Doakan agar kami komitmen dan istiqomah di jalan Allah.

Agar kami tetap memegang teguh prinsip-prinsip yang dianjurkan oleh para ulama tentang musik dan nasyid.

Agar kami mampu menjaga diri kami dari hal-hal mubah berlebihan yang justru mengantarkan pada sesuatu yang haram (na’udzubillah).

Agar kami tetap menjadikan ketaatan pada Allah dan Rasulullah sebagai satu-satunya jalan untuk senantiasa berada dalam fitrah kami.

Terakhir, inilah penguat visi dalam bernasyid

“Menarik utk mengembalikan nasyid kepada fungsinya sebagai syiar Islam, penumbuh semangat dakwah-tarbiyah-jihad, dan sarana nasyrul fikroh.

Bukan sekedar seni.

Sya’ir dalam pembinaan memiliki peran penting, karena membantu membina su’ur. Tentu posisinya setelah Alquran, jangan dibalik”
(Gumilar, 2015)

#nasyidmemangasyik
#bepositive,beinspiring

Memilih Nasib, Menentukan Peran

Oleh Maulina Nugraheni
Ketua Yayasan Neoramdhanz Indonesia

Tulisan ini saya dedikasikan untuk mereka yang menjelang wisuda sarjana. Meski berkali-kali sudah dibicarakan sampai bosan mendengarnya, kali ini saya sengaja menuliskannya, jadi nggak ada alasan bosen dengerin 😜
Dan bagi siapapun yang masih mahasiswa ataupun SMA, tidak dilarang untuk baca. Yang udah senior, bahkan aki-aki, mohon nasihat tambahannya dan aau koreksinya. Bagi diri sendiri, semoga segera dipertemukan dengan peran yang maksi untuk negeri #cieeh

Dalam KBBI, *nasib*/na·sib/ n sesuatu yg sudah ditentukan oleh Tuhan atas diri seseorang; takdir: —
Jadi, apakah kita bisa memilih nasib kita? Tentu saja bisa! Dengan berbuat yang terbaik, memilih secara sadar opsi-opsi yang tersedia, berusaha semaksimal mungkin, dan always meminta petunjuk dengan berdoa, itu adalah memilih nasib menurut levelnya kita–manusia–. Apakah hanya itu?

Siang tadi saya membaca artikel Prof.Rhenald Kasali yang akhirnya menjadi inspirai lahirnya tulisan ini. Udah pada baca kan? Itu tuh yang puanjang bianget, tulisan dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional. Di sana dibahas tentang meaning.

Mencari meaning sama dengan mencari kebahagiaan diri kita. Kalo boleh saya sangkut pautkan, mengejar meaning hanya ini bisa dilakukan oleh mereka yang sudah mencapai hierarki tertinggi maslow, need of self actualization. Motivasi melakukan atau tidak melakukan sesuatu berkaitan erat dengan aktualisasi diri. Kebutuhan yang berada pada level ingin menjadi diri sendiri dengan segenap kemampuan diri. Kebutuhan-kebutuhan makan, minum, kasih sayang, keamanan diri, penghargaan sudah bisa diatasi. (Yang masih asing dengan Hierarki Maslow, seaeching sendiri yah :)). Mungkin belum terjamin, mungkin juga bukan orang kaya, bisa jadi kehidupan serba kurang saat ini, tapi dia bisa mengatasi. Mengatasi dengan cara apa?
Bukannya kalo hierarki maslow tuh teorinya yang dasar dulu terpenuhi baru dia bisa naik ke hierarki di atasnya? Ah masa?

See this point. Dapet dari wikipedi.
“Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda di Brandeis memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi diri.”

Artinya, kalo boleh nyimpulin, empat hierarki sebelumnya bisa jadi merupakan syarat untuk bisa mencapai hierarki ke 5. Akan tetapi, terpenuhi tidaknya 4 hierarki sebelumnya sangat amat tergantung pada sikap kita yang satu ini: QANA’AH.

Bagaimanapun, kebutuhan fisiologis akan berkembang dari waktu ke waktu. Seberapa ukuran kata cukup tidak akan pernah berbatas kecuali kita bersikap qana’ah.

Ada yang lupa apa itu qana’ah?
Qana’ah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak allah .

Ini yang menurut saya, teori Maulina (haha sakarepe dewe), orang bisa capai hierarki maslow yang tertinggi kalo bisa mengatasi dan memenuhi 4 hierarki sebelumnya dengan cara MENGELOLA RASA.
Jadi pemenuhan 5 hierarki maslow ini adalah masalah rasa? Dengan tegas saya bilang: YA. INI MASALAH RASA.
Rasa cukup dan tidak cukup. Sampai kapanpun kalau ngomongin rasa, manusia tidak akan pernah puas. Bisa teratasi kalau kita selalu menghadirkan Allah dalam segala situasi yang kita hadapi.

Kalo rasa puas, rasa cukup, bisa kita kelola dengan qana’ah, kita bisa kapan saja berada di hierarki ke 5 maslow. Dan berarti kita sudah siap mengejar meaning, mengejar impian-impian indah. Maka kitak tidak heran dengan banyaknya orang yang hidup pas-pasan atau bahkan kekurangan, tapi mereka bisa menjadi inspirasi bagi sekitarnya.

Pengaruh lingkungan memang luar biasa. Kita semua tahu, tuntutan orangtua bisa jadi sangat besar. Emm mungkin bukan tuntutan juga sih. Tapi harapan. Harapan anaknya bisa hidup sejahtera aman sentosa. Namun di sinilah kadang terjadi hal yang tidak logis. Hidup sejahtera aman sentosa bagi sebagian besar orang tua diartikan dengan hidup dengan status PNS. Padahal, jadi PNS itu cuma satu hal. Aman. Aman bisa gajian tiap bulan, aman bisa utang. #eh
Apakah sejahtera? Tanya sama yang PNS dah!

Harapan-harapan ini seringkali menjadikan kita MERASA harus memenuhinya sebagai bentuk birrul walidain. Lalu tiba-tiba hanya muncul satu rel dalam hidup kita, kalau mau membahagiakan orang tua ya dengan cara jadi PNS. Nahloh!
Padahal awalnya harapan orang tua apa? Anaknya hidup sejahtera aman sentosa.
Lalu mengapa kita terjebak pada pola pikir tidak logis yang berkepanjangan?

Ini juga jadi hal yang tidak mudah bagi saya pribadi yang udah terjebak di lautan pegawai negeri. *curcol.
Maka sebelum nanti terlanjur, berpikirlah ulang, apakah Anda benar-benar bahagia dengan menjadi PNS? Apakah itu impian Anda?
Jika ya, so what kalo udah jadi PNS?
Jika tidak, apa kiranya yang membuat anda benar-benar bahagia?
Pertanyaan ini berlaku tak hanya bagi status PNS saja.

Misalnya,
Apakah Anda benar-benar bahagia dengan menjadi ….. (isikan keinginan diri atau harapan ortu) ?

Jika ya, so what kalo udah jadi …… (isikan lagi kata yang sama dengan isian sebelumnya).

Yakin bahagia?
Seyakin apa?
Mengapa Anda bahagia dengan pilihan itu?

Ih ribet deh, pusing deh. Segitu amat mikirnya. Jalani aja kenapa. Ngalir gitu.

Ya itu pilihan gaes. Itu hidupmu. Itu bahagiamu.

Kalo saya, karena…
Hidupku itu adalah aku
Maka yang berkaitan dengan ini saya rela berpikir dalem dan serius mencari jawaban. Serius menemukan puzzle-puzzle kehidupan. Hidup kita hanya sekali, jadi saya ingin memastikan bahwa hidup saya bahagia dan membahagiakan. Saya bahagia dan bisa membahagiakan orang banyak, nggak cuma orang tua.

Biar kita bahagia, maka kita musti nemu meaning nya kita, saya lebih suka menyebutnya dengan peran yang kita jalani dengan sepenuh hati. Peran yang membuat kita bisa berkontribusi untuk bangsa, negeri dan tentu saja agama ini.

Apa?
Apa?

Cari, cari dan terus cari! Setiap manusia diciptakan dengan misi yang khas dan unik pada tiap-tiap diri. Maka jangan khawatir, tak akan ada peran ganda di dunia ini.

Tentukan peranmu sesukamu, maka kau akan temukan kebahagiaanmu.

Masih bingung nentuin peran?

Sama 😄

Yuk semangat! Mungkin bentar lagi di depan situ kita nemu.

Yang namanya nyari, kita musti terus bergerak. Nyoba peran ini, peran itu, cari yang pas, cari yang khas.

Selamat berbahagia dan membahagiakan 🙂

NB.
Kebangkitan Nasional  berawal dari bangkitnya diri kita, sadarnya peran kita dalam membangun negara dan bangsa.

iSPS®
Go Dong ke-76
H-1 20 Mei 2015
Selamat Hari Kebangkitan Nasional

MENYEPUH EMAS DI WAKTU LUANG

Oleh. Maulina Nugraheni
Master of Student Community Development

Syaikh Jamal Abdurrahman dalam bukunya Islamic Parenting yang diterbitkan oleh Erlangga (terbitan terbaru) menyebutkan bahwa waktu luang adalah jebakan batman untuk para pemuda dalam rentang usia 15-18 tahun.

Waktu Luang adalah ancaman bagi mereka, usia pelajar SMP-SMA. Bisa dikatakan musuh. Jangan sampai ada waktu luang yang sia-sia atau ia akan menjadi musuh anak-anak yang penuh gelora itu.

Ada tiga pilihan menghabiskan waktu luang. Pertama, waktu luang diisi dengan aktivitas maksiat. Kedua, menggunakan waktu luang untuk mengasah minat dan bakat. Dan ketiga, menghabiskan waktu luang untuk hal-hal yang tiada bermanfaat. Hey saya tak akan berdebat dg anak2 hebat, mana saja aktivitas yang masuk dalam kategori-kategori tersebut. Bisa ramai nanti. Misal saya katakan nge game adalah aktivitas yang tidak bermanfaat. Eh kata siapa? Dari game sudah banyak melahirkan pembuat2 game di usia belia kan?

Saya juga tidak akan membahas ini dalam sudut pandang anak-anak hebat itu. Kita akan membahas dari sudut pandang kita sebagai orang yang lebih dulu lahir dan lebih dulu ada di usia mereka saat ini.

Emm.. Sekitar 12 tahun saya terjun di bidang student empowerment dan dalam 5 tahun terakhir, mencoba concern di student community development. Tepatnya sehari setelah UN SMA selesai waktu itu, saya memutuskan kembali ke sekolah, menekuni aktivitas kepemudaan yang mulanya saya tekuni karena merasa bersalah sewaktu SMA saya banyak menganggur dan tidak produktif. Bermacam-macam model pelajar usia SMP-SMA saya temui. Mulai dari yang patriotik kaku hingga yang liberal tapi daya kreativitasnya bikin saya ketagihan nongkrong dengan mereka. Hehe.. Mulai dari anak-anak yang oportunis hingga permisif. Anak-anak yang visioner hingga mereka yang bingungan.

Kembali ke 3 cara memanfaatkan waktu luang di usia-usia yang menggelora. Ini tentang bagaimana kita menyikapi anak-anak hebat ini.

Sampai detik ini, saya tak bisa menyalahkan anak-anak hebat itu menggunakan waktu luangnya untuk bermaksiat dan beraktivitas yang tiada berguna. Latar belakang mereka tentu sangat beragam. Justru pada mereka saya iba, lalu berkaca. Jika Allah SWT tidak memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya, mungkin saya tak berbeda dengan mereka. Kepada mereka saya merasa belum bisa berbuat apa-apa, belum bisa memberikan solusi apa pun. Biasanya saya akan memandang mereka dari jauh, lama, memasukkan wajah-wajah mereka ke sanubari yang paling dalam, berharap suatu saat hati kita bisa bertemu dalam kebaikan. Anda tahu? Biasanya tak sampai setahun saya sudah jadi teman curhat mereka. Memang sih belum sampai pada kasus2 mereka yg punya problem ekstrim banget. Alhamdilillah 😀
Saya cuma mau bilang di sini bahwa tak maunya mereka mendekat pada kita, bisa jadi karena kita menganggap diri lebih baik dari mereka dan tidak memberikan ruang bagi mereka dalam doa-doa harian kita apalagi menyediakan sedikit relung hati kita untuk mereka.

Kepada jenis anak-anak hebat ini – yang masih menghabiskan waktu luangnya untuk hal yang tidak produktif (lebih halus bahasanya) atau bahkan mungkin melakukan maksiat- tak bisa lah kita memaksa mereka untuk berakhlaq sesuai tuntunan agama. Bisa ill feel kali ya. Siapa elo nyuruh2 gue. Yang bisa kita tawarkan adalah aktivitas2 menguras energi yang membuat mereka merasa tertantang. Yang kita iming-iming-kan adalah aktivitas-aktivitas yang mungkin, bisa jadi, aktivitas-aktivitas kebaikan yang sederhana. Pada fase ini, mengenalkan mereka dengan aktivitas kebaikan adalah orbit pertama yang harus mereka lalui. Gimana caranya ya mungkin kita yang repot adu kreativitas sama orang-orang yang pengen generasi muda Indonesia rusak. Bisa jadi tidak hanya satu dua cara, mungkin perlu seribu cara untuk seribu orang yang berbeda. -glekkkk—

Setelah kita kenalkan pada aktivitas kebaikan dan bikin mereka ketagihan, orbit kedua sebagai tanda mereka naik peringkat adalah memperbanyak aktivitas kebaikan dan menjadikan mereka bangga dengan aktivitas kebaikan khas yang mereka miliki. Ini sudah mulai musti menelisik dan memetakan minat bakat, passion, dan hobi. Misalkan anak2 yang suka beatbox, jadikan mereka punya kebanggaan kalo beatbox nya mereka bisa menginspirasi adik-adik di SD untuk mau belajar beatbox ( mungkin ada yg belum tau apa itu beatbox? Saya bisa ngajarin.haha-tinggal puterin yutub- selesai :P). Repeat terus aktivitas ini hingga mereka yakin betul kebaikan ini mbawa berkah.

Sebulan-dua bulan mereka akan merasakan perbedaan dan lama-lama ketagihan berbuat baik.

Kebaikan akan mengundang kebaikan lainnya.

Ketagihan berbuat baik mengundang untuk kembali pada fitrahnya yang lurus. Pada suatu titik, mereka akan bertanya lebih banyak tentang agama :). Disaat inilah kita kenalkan mereka pada bagaimana agama mengajarkan akhlaq.

Proses naik dari satu orbit ke orbit yang lain ini dikenal dengan lingkar abbas. Ada yang pernah dengar? 🙂

Pastikan kita tidak memotong orbit dan memakai jalan pintas. Biarlah mereka berproses semampunya. Fasilitasi saja. Terus. Terus. Terus.

Ehm.. Kok jadi bahas lingkar abbas? qeqeqe…

Apakah anak-anak hebat yang sudah mendermakan waktu luang mereka untuk aktivitas-aktivitas postif dan kebaikan berarti sudah selesai masalahnya?

Ooo tentu tidak…!

Kalo dalam lingkar abbas kan mereka masih di orbit kedua-menurut saya sih 😛 Secara orbit, masih ada satu orbit lagi yang musti dilalui kan? Emm.. Trus kalo mereka aktivitasnya udah di kegiatan keagamaan bagaimana?
Harap dibedakan antar aktif di kegiatan keagamaan dan bertingkah laku sesuai dengan arahan agama.
Bisa jadi mereka aktif di organisasi keagamaan dengan alasan untuk menghabiskan waktu luang. Hehe yang begini biasanya juga banyak problemnya.

Beberapa problem yang ditemukan bagi anak-anak hebat yang memilih menghabiskan waktu luangnya untuk aktivitas yang positif:

1. Sok sibuk, sibuknya nggak jelas.

Sibuk sih kegiatan ini itu. Jadi panitia di sana dan di sini tapi kosong, minim pemaknaan. Yang didapat hanya lelah, emosi, ketika ditanya juga bingung, dia dapet apa selama ini.

2. Manajemen Waktu dan Menentukan Prioritas

Saking sibuknya, sibuk tanpa pemaknaan dan orientasi yang jelas, efek selanjutnya adalah ketidakmampuan mengatur waktu dan menentukan prioritas. Sering kita temui begini:
“Maaf senin sampai sabtu saya full. Senin rapat pramuka, selasa rapat osis, rabu ekstra majalah sekolah, kamis latihan taekwondo, jumat pramuka, sabtu renang.”
“Rapat osis sampai jam brapa?”
“Nggak tau”
Nah nah nah… Tanda-tanda doi butuh kamu, Beb. Haha (mulai eror)

3. Merasa lelah dan ingin berhenti satu hari saja

Seringkali karena jadwal pulang sekolah yang sudah sore, ditambah seabrek aktivitas ekstrakurikuler, menjadikan anak-anak hebat ini ingin sekali libur di setiap hari minggu. Ingin istirahat katanya. Ini tantangan nih. Watch out. Ini waktu luang juga. Musti kita bantu kelola dengan benar. Dan yakinkan untuk jangan pernah berhenti sebelum mencium bau surga 🌷

4. Aktivitas tanpa produktivitas

Masih menjadi serangkaian problem yang sudh disebutkan di depan. Sibuk tanpa makna. Makna pun tidak, apalagi karya. Sekali lagi, kebaikan akan melahirkan kebaikan yang lain.
Pastikan aktivitas-aktivitas kebaikan yang dilakukan produktif, berorientasi pada karya.

Sepertinya lama-lama saya ngelantur. Maka ada baiknya saya sudahi dulu ya. Semoga besok2 bisa saya edit dengan bahasa yg ciamik dan lebih ngena. Sejujurnya, tujuan saya nulis tema Go Dong ke 70 ini malah belum tercapai. Hahaha 😄

Tapi semoga tetep banyak hal yg bisa diambil hikmahnya 🙂

Selamat menyepuh emas di waktu-waktu luang. Kesempatan kita menyepuh emas, ada di waktu-waktu luang mereka. Sesibuk  apapun anak-anak hebat itu, mereka pasti punya waktu luang. Sejeli apa kita? Seteliti apa kita? Secerdik apa kita? Se kreatif apa kita? Sesiap apa kita?

Kita berlomba dengan sang waktu yang tak akan pernah kembali.

Go Dong ke 70
iSPS®